Tuesday, April 1, 2014

Idealisme Kita

Untuk anakku Radithya (35 Bulan) arti lampu lalu lintas hanya ada 3 : Merah berarti berhenti, Hijau boleh jalan dan Kuning harus berhati hati. Itu yang dia yakini sampai dia kuajak berjalan jalan. Di jalan dia kebingungan melihat ada lampu merah yang membolehkan kita “Lurus Jalan Terus” atau “Belok kiri Langsung”dan ada yang melanggar lampu merah, intinya tidak semua lampu merah berarti berhenti. Tentu saja Radith protes dengan hal ini dan kami berusaha menjelaskannya. Tapi tentu saja nalar balita belum cepat memahami fleksibilitas aturan ini dan akhirnya dia punya pemahaman baru “Lampu merah artinya jalan”.


Ini mungkin mirip dengan pengalaman kita di kehidupan. Kita dibekali banyak pengetahuan dan nilai dari orangtua, sekolah dan pergaulan dengan teman teman. Pengetahuan dan nilai itulah idealisme yang kita pegang dan kita masuk ke lingkup kehidupan yang lebih besar dengan keyakinan bahwa semua hal sesuai dengan idealisme kita. Tapi tentu saja saat bersentuhan dengan lingkungan yang lebih besar dari rumah, sekolah dan pergaulan dengan teman teman, idelisme kita hampir pasti tidak akan selalu sejalan dengan kenyataan. Bukan karena idealisme kita salah (tapi bisa saja memang salah) tapi karena memang idealisme kita butuh tambahan pengetahuan dan pengalaman. Mirip dengan aturan lampu lalu lintas tadi, tidak ada yang salah dengan pemahaman merah berhenti, hijau jalan dan kuning hati hati, tapi dalam beberapa kasus harus ada pengembangan aturan agar lalu lintas lebih lancar. Idealisme kita juga harus begitu, harus berkembang seiring dengan pengalaman hidup. Berpegang teguh pada idelisme tentulah hal yang baik, tapi idealisme kita pasti ada salah dan kurangnya. Idealisme kita harus tunduk pada adalah ilmu Tuhan yang tak terbatas, maka itu kita harus terus belajar dan tetap terbuka akan pemahaman baru.

(Sumber Gambar : diambil tanpa izin dari presbyterian.typepad.com)