Baru seminggu sejak saya mulai memutuskan untuk berhenti sementara dari aktivitas media sosial. Minggu lalu saya (masih bingung musti pakai aku atau saya di blog ini :D) menarik diri dari 2 media sosial saya yang paling aktif, Facebook dan Instagram.
Berat? terus terang iya. Saya cukup aktif di dua media sosial tersebut, entah sebagai post-er (mudah mudahan ini istilah yang tepat) ataupun sebagai stalker heheheh. Untuk berapa lama? saya belum tau. Inginnya sih minimal satu tahun, tapi kita lihat nanti saja.
Kadang ada godaan untuk kembali sebentar saja sekedar untuk mengecek timeline Facebook atau stories di Instagram, apalagi dengan adanya Pemilhan Umum 17 April lalu. Penasaran melihat seseru apa Pemilu di media sosial. Tapi saya memutuskan bahwa detox kali ini harus dijalankan dengan zero tolerance. Artinya sedetikpun tidak boleh kembali ke medsos. Saya sudah beberapa kali gagal detox karena "sebentarrrr" saja melihat kembali medsos. So, kali ini saya tidak boleh jatuh ke lubang yang sama.
Lalu, kenapa ingin detox? Karena saya merasa sudah terlalu banyak waktu saya terbuang karena medsos. Baik di tempat kerja, terlebih lagi di rumah. Di tempat kerja medsos menurunkan konsentrasi dan ketajaman analisa saya, dan di rumah saya kehilangan waktu untuk berbicara dan mendengar anak anak dan istri saya. Ini konsekuensi yang saya rasa sudah tidak boleh berlanjut lagi, jadi saya memutuskan untuk detox media sosial.
Alasan kedua adalah saya ingin melihat sejauh apa hidup saya terpengaruh dari absennya media sosial dari hari hari saya. Hidup saya pernah berjalan dengan sangat baik tanpa media sosial. Tapi sejak masifnya kemunculan media sosial, saya merasa ada yang hilang dalam hari saya saat tidak men-scroll timeline Facebook ataupun feeds/stories Instagram. Saya merasa itu adalah hal yang salah. Dulu hidup pernah berjalan tanpa media media sosial tersebut, dan seharusnya sekarang masih sama, media sosial tidak boleh menjadi bagian vital dalam hari hari saya.
Sebagai ganti waktu waktu yang dulu terpakai untuk media sosial, sekarang saya berusahan untuk lebih aktif di tempat kerja, entah secara fisik ataupun secara ide. Secara aktif maksudnya lebih sering berkeliling lapangan, bertemu dengan rekan rekan kerja serta berdiskusi dengan mereka. Aktif secara ide maksudnya lebih sering merumuskan ide ide saya dalam sebuah framework yang nantinya bisa di eksekusi.
Di rumah saya ingin lebih dekat dengan istri dan anak anak. Sepulang kantir saya akan menyingkirkan HP jauh jauh, dan hanya menggunakannya untuk menerima atau melakukan panggilan. Dengan ini saya berharap bisa lebih mengenal mereka dan mereka pun bisa lebih mengenal saya.
Blog ini pun saya harap bisa menjadi pelarian saya dari media sosial. Saya berusaha untuk menuliskan sesuatu di blog yang sudah lama tidak aktif ini setiap hari. Setiap tulisan saya tidak akan melalui proses editing. Ini semata mata demi mengejar produktivitas saja, Soalnya selama ini saya sering tidak jadi memposting tulisan karena sibuk meng edit tulisan tersebut.
Blog ini saya yakin tidak akan ada yang baca selama masa detox saya. Ini saya anggap menguntungkan karena akan melatih "keikhlasan" saya dalam menulis hehehe.
Sekian dulu,
Terima kasih
Venusian says...
@adifathur
Sunday, April 21, 2019
Tuesday, August 19, 2014
Bukan, ini bukan Tulus yang suka pakai kacamata hitam
Sejak kemunculan Padi, rasanya
belum ada musisi Indonesia yang benar benar membuat saya jatuh cinta (kecuali
mungkin... Raisa ehm). Setelah kemunculan Padi memang ada banyak musisi bagus
semisal Sheila On 7, Nidji, Peter Pan/Noah, Naif ataupun Afghan, tapi tidak ada yang musiknya benar benar
menyentuh kehidupan saya dan membuat saya sangat tergila gila seperti halnya
pada Padi. Sampai telinga saya disapa lagu Sewindu dari pemuda gempal bernama
Tulus.
Sebagian dari kalian pasti sudah
tidak asing lagi dengan nama ini, bahkan mungkin musiknya sudah menyentuh
kehidupan kalian. Sejak album keduanya- Gajah- dirilis, suara Tulus nyaris
setiap hari ada di radio. Dia bahkan menjadi bintang tamu di acara mainstream Panggung
Spektakuler Indonesian Idol 2014. Bukan pencapaian buruk untuk seseorang yang
memilih mengedarkan albumnya secara indie.
Apa yang membuat Tulus begitu
istimewa di telinga saya? Cara bernyanyi
yang sederhana, dan lirik yang “dipikirin”. Yang saya maksud sebagai
cara menyanyi yang sederhana adalah teknik yang membuat kita pendengarnya
berpikir “kayanya saya bisa nih nyayi kaya gini”, walaupun setelah dicoba
ternyata sangat sulit. Tulus ini menurut saya orang yang kalau bicara biasa aja
sudah terdengar merdu, merdu yang natural. Teknik bernyanyi pria asal Sumatera
Barat ini tidak seribet Afgan atau Vidi Aldiano, yang justru menjadi kelebihan penyayi
yang sudah melepas 2 album ini.
Kalau lirik yang “dipikirin”....
kayanya semenjak lepas dari era 90’an lirik lirik musik Indonesia menjadi
kurang puitis, kurang “dipikirin” kalau istilah saya. Di lagu lagu Tulus saya
mendengar lagi puisi dalam tiap liriknya, setiap lirik terasa direncanakan,
dirancang agar terdengar indah, pokoknya liriknya “dipikirin”. Mungkin tidak
sepuitis lirik lirik di era 60-70 an, tapi rasanya pas dengan masa sekarang.
Ada banyak lagu lagu bagus di
kedua album Tulus, bahkan kalau boleh saya bilang semua lagu di album Tulus
sangat layak didengar (terutama di album pertama: Tulus). Lagu lagu semacam
Teman Pesta, Diorama, Tuan Nona Kesepian di album Tulus, atau Lagu Untuk
Matahari, Baru dan Satu Hari di Bulan Juni pada album kedua yang bertajuk Gajah,
adalah lagu lagu yang tetap menyenangkan meski telah didengar puluhan kali. Lagu lagu Tulus juga memberi pengertian baru
tentang lagu romantis bagi saya. Sejak menikah, rasanya tidak ada lagi lagu
yang cukup romantis buat saya. Sampai kemudian saya mendengar track Teman Hidup
(ini track dengan video klip terbaik) dan Jangan Cintai Aku Apa Adanya.
Kecerdasan Tulus meramu kekuatan lirik dengan harmoni nada terlihat jelas di
lagu Sewindu. Lagu cinta yang sebenarnya “tragis” ini bisa diramu sedemikian
rupa hingga terdengar ceria.
Tapi dari semua track pada album
Tulus dan Gajah, buat saya yang menjadi juaranya adalah track yang juga menjadi
judul album kedua : Gajah. Lagu ini buat saya adalah salah satu yang
paling cerdas dan paling menyentuh yang pernah saya dengar. Lagu ini memberitahu
pendengarnya tentang siapa sebenarnya Tulus. Semua tentang lagu ini ,lirik,
penghayatan dan komposisi begitu harmonis. Lagu yang bercerita (menurut
interpretasi saya) tentang bagaimana seorang Tulus bangkit dari cemoohan masa
kecil akibat postur tubuhnya yang seperti gajah ini bisa menjadi inspirasi bagi
siapapun yang mengalami cerita yang sama.
Bagi saya pribadi, kenapa saya
suka Tulus adalah karena lirik liriknya yang menyentuh kehidupan saya secara
personal. Teman Pesta, Teman Hidup, Jangan Cintai Aku Apa Adanya adalah lagu
lagu yang saya bisa nyanyikan pada Istri saya dengan penghayatan yang tidak
dibuat buat. Sedang Sewindu, Gajah dan Lagu Untuk Matahari membuat saya bisa
tersenyum mengenang masa sulit dalam hidup saya. Mungkin kalian juga akan
merasakan hal yang sama saat mendengarkan 2 album Tulus ini. Saya memberi nilai
9 dari 10 untuk album pertama Tulus dan nilai 8,5 untuk album kedua. Bukan
karena kualitasnya menurun tapi karena album kedua saya dapatkan dari download
gratis yang pastinya illegal. Bukan karena nggak mau beli, tapi karena nyari CD
nya di Makassar susah (alesan aja hehehehe). Jadi untuk pengalaman terbaik
mendengarkannnya, belilah CD original.
Setelah 10 tahun lalu musik
Indonesia diguncang lagu berjudul Tulus, tahun ini seorang penyayi bernama yang
sama siap menjadi fenomena baru di dunia musik Indonesia, hanya saja Tulus yang
ini tidak suka pakai kacamata hitam.
Sumber gambar : Wikipedia
Tuesday, July 8, 2014
Ras yang gembira dan percaya Tuhan
Bangsa kita bukanlah bangsa yang
terkenal dengan kemajuan peradabannya. Kita adalah bangsa muda yang masih
meraba raba cara membangun peradaban yang baik. Kita masih perlu belajar
banyak hal, belajar mengurus perekonomian, penegakan hukum, pendidikan sampai
mengontrol harga cabe merah. Tapi Tuhan tentulah Maha Adil, segala kekurangan
kita diimbangi dengan kemampuan kita untuk bisa survive disegala macam kondisi.
Entah berapa kali bangsa kita dihantam krisis hebat dan kita berhasil
melaluinya, atau mungkin lebih tepatnya menyesuaikan diri dengan krisis itu.
Kita bukanlah bangsa yang tahu caranya menghalau ombak, tapi kemampuan kita
berselancar diatasnya mungkin belum punya tandingan. Kita ada adalah ras yang
penuh kegembiraan dan pastinya kita adalah ras yang sangat percaya pada Tuhan.
Itulah kenapa kita begitu mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi.
Pemilu kali ini benar benar
menunjukkan bahwa sebagai sebuah ras bangsa kita harus banyak belajar untuk
membangun sebuah peradaban yang maju. Entah kenapa menurutku Pemilu kali ini
(sebenarnya hampir di setiap Pemilu sih) unsur kegembiraannya hampir hilang. Mungkin
karena hanya ada 2 calon yang maju, makanya perselisihan menjadi sedemikian
runcing. Perang berita yang menceritakan keburukan calon di seberang dan saling
sindir benar benar mewarnai isi media (cetak, elektronik dan sosial) di 2 bulan
belakangan ini. Dan kalaupun ada keceriaan itu hanya ada saat salah satu kubu
(merasa) sukses menghina kubu yang lain. Ciri ras kita yang gembira nyaris
hilang ditelan gemuruh Pemilu ini. Padahal ini pesta kita, pesta harusnya
membawa keceriaan membawa kebahagiaan.
Untungnya kita masih punya 1
potensi terbesar kita, percaya Tuhan. Inilah menurutku modal terbesar kita
sebagai sebuah ras. Sungguh hanya karena kehendak Tuhan lah ras kita yang
nyaris terkebelakang ini belum punah sampai sekarang, dan Tuhan sekali lagi
menunjukkan kasih sayangNya pada kita lewat Pemilu kali ini. Sepanjang sejarah
Indonesia, sejak Pemilu pertama tahun 1955 baru kali ini Pemilu diadakan
didalam bulan Ramadhan, itu yang paling membuat Pemilu kali ini teramat
istimewa. Bulan Ramadhan adalah bulan yang membawa keceriaan bagi mereka yang
percaya Tuhan. Ya ini bulan untuk ras kita, ras yang gembira, ras yang percaya
Tuhan.
Kita (sayangnya hanya) punya dua
pilihan di Pemilu kali ini. Uniknya kedua pasangan sangat berbeda bukan
hanya dari karakter dan latar belakang, tapi juga dengan program program yang
dibawakan serta cara pandang mereka terhadap permasalahan bangsa kita, dan selama 2
bulan ini kita sudah dibombardir dengan segala berita (positif dan negatif)
tentang kedua pasangan Capres dan Cawapres kita. Ada yang benar, mungkin benar
dan dibuat seolah olah benar. Tentunya logika kita sudah lelah dengan segala
informasi itu. Sekarang saatnya kita meminta Tuhan untuk menyimpulkan segala
yang logika kita tak mampu menjangkaunya, dengan doa.
Besok adalah puncak dari segala
gemuruh Pemilu ini (semoga tidak ada putaran 2). Malam ini teman, di malam
Ramadhan yang selalu diliputi kemuliaan, mintalah kepada Tuhan... Tidak peduli
apapun agamamu, mintalah..., bukankah kasihNya tanpa batas?. Mintalah dengan
penuh pengharapan, pemimpin yang amanah. Pemimpin yang tidak hanya melihat kita
sebagai lumbung suara, Pemimpin yang mampu melihat kita sebagai mitra, sebagai
saudara. Pemimpin gembira bergembira bersama kita dan yang paling penting,
pemimpin yang bisa menjadi tauladan kita dalam memuliakan Tuhan.
Semoga Allah merahmati Negara
kita, Bangsa kita, Ras kita. Indonesia.
Amiin.
Friday, July 4, 2014
Selamat Ulang Tahun Ma...
Barangkali selain pada Nabi dan
Rasul, hanya Ibu lah makhluk yang membuat Tuhan “tersenyum” pada saat
menciptakannya. Ibu adalah masterpiece Tuhan yang dilengkapi spesifikasi yang luar
biasa tinggi. Makhluk mulia ini diciptakan memiliki senyum tanpa syarat yang
meneduhkan, belaian lembut nan menenangkan, kemampuan multitasking yang diluar
akal sehat dan pastinya kesabaran tanpa tepi. Pasti bukan sekali dua kalian
mendengar seorang janda yang mampu membesarkan belasan anaknya seorang diri
dengan baik tapi ‘tak pernah mendengar kisah yang sama terjadi pada seorang
duda.
Bagi kalian yang menemani Istri
saat melahirkan pasti mafhum kenapa ayah baru disebut Rasulullah setelah nama
Ibu disebut 3 kali, dan hebatnya rasa sakit yang luar biasa saat melahirkan itu
tidak mencegah seorang Ibu untuk mempunyai anak lagi. Untunglah selain
menganugrahi sifat sabar, Tuhan juga menyisipkan sifat lupa pada Ibu. Entah apa
jadinya peradaban manusia kalau Ibu selalu ingat rasa sakit saat melahirkan
itu.
Ibu memang makhluk yang tidak
masuk akal.
Begitu juga Ibuku....
Entah kebesaran hati macam apa
yang Ibuku punya saat merelakan kami anak anaknya merantau. Setelah menjadi orangtua
aku sadar kalau hal yang paling menyenangkan bagi orang tua adalah berkumpul bersama anak anaknya.
Bercengkrama, memeluk dan mencium pipi dan kening mereka adalah anugrah tak
tergantikan setiap hari. Tiap detik tidak bersama anak anak adalah kerinduan
sekaligus kecemasan yang menyiksa. Saat ini aku baru sadar betapa tersiksanya
Ibuku saat kami anak anaknya pamit dari rumah untuk merantau. Tapi mungkin
itulah sebabnya Tuhan meletakkan surga dibawah telapak kaki Ibu dan menjadikan
ridha seorang Ibu (orangtua) menjadi ridhaNya, agar setiap anak tahu saat izin
Ibu sudah didapatkan maka kemudahan dari Tuhan pun akan turun dan begitupun
sebaliknya.
Aku menyadari sepenuhnya, apa
yang telah kudapatkan selama masa perantauan ini bukanlah pencapaianku,
bukanlah usahaku. Ini adalah buah doa tanpa putus dari Ibuku. Doa yang
menguatkan hatinya saat cemas melanda, saat rindu menyiksa. Ibu memang selalu mengharapkan yang terbaik untuk anaknya tanpa berharap balas jasa atau apapun. Itulah kenapa kalimat yang lazim diucapkan Ibu adalah "Aku sayang padamu" bukan "Aku bangga padamu".
Selamat Ulang tahun Ma,
Terima kasih untuk belaian lembut
di kepala kami,
untuk semua perjalanan yang
mengenalkan dunia kepada kami,
untuk semua semangat yang meneguhkan
kami,
untuk semua ketulusan yang
meyakinkan kami bahwa restu Allah selalu ada dalam setiap izinmu,
semoga Allah selalu melimpahkan
keberkahan pada Mama dan Papa, pada keluarga kita.
Amiin.
Dari anak anak mu yang selalu
sembuh saat dibelai kepalanya
Adi & Riri.
*)Ma, Mama tahu tidak pernah mudah
buat kami mengucapkan secara langung selamat ulang tahun untuk Mama. Kami ndak
kuat menahan haru nya Ma. Karena itu tulisan ini ada Ma, walaupun sudah lewat 5
hari (maaf ya Ma hehehehe).
Gambar diambil dari lifehack.org dan masih tanpa izin
Subscribe to:
Posts (Atom)