Sunday, April 21, 2019

Detox

Baru seminggu sejak saya mulai memutuskan untuk berhenti sementara dari aktivitas media sosial. Minggu lalu saya (masih bingung musti pakai aku atau saya di blog ini :D) menarik diri dari 2 media sosial saya yang paling aktif, Facebook dan Instagram.
Berat? terus terang iya. Saya cukup aktif di dua media sosial tersebut, entah sebagai post-er (mudah mudahan ini istilah yang tepat) ataupun sebagai stalker heheheh. Untuk berapa lama? saya belum tau. Inginnya sih minimal satu tahun, tapi kita lihat nanti saja.
Kadang ada godaan untuk kembali sebentar saja sekedar untuk mengecek timeline Facebook atau stories di Instagram, apalagi dengan adanya Pemilhan Umum 17 April lalu. Penasaran melihat seseru apa Pemilu di media sosial. Tapi saya memutuskan bahwa detox kali ini harus dijalankan dengan zero tolerance. Artinya sedetikpun tidak boleh kembali ke medsos. Saya sudah beberapa kali gagal detox karena "sebentarrrr" saja melihat kembali medsos. So, kali ini saya tidak boleh jatuh ke lubang yang sama.
Lalu, kenapa ingin detox? Karena saya merasa sudah terlalu banyak waktu saya terbuang karena medsos. Baik di tempat kerja, terlebih lagi di rumah. Di tempat kerja medsos menurunkan konsentrasi dan ketajaman analisa saya, dan di rumah saya kehilangan waktu untuk berbicara dan mendengar anak anak dan istri saya. Ini konsekuensi yang saya rasa sudah tidak boleh berlanjut lagi, jadi saya memutuskan untuk detox media sosial.
Alasan kedua adalah saya ingin melihat sejauh apa hidup saya terpengaruh dari absennya media sosial dari hari hari saya. Hidup saya pernah berjalan dengan sangat baik tanpa media sosial. Tapi sejak masifnya kemunculan media sosial, saya merasa ada yang hilang dalam hari saya saat tidak men-scroll timeline Facebook ataupun feeds/stories Instagram. Saya merasa itu adalah hal yang salah. Dulu hidup pernah berjalan tanpa media media sosial tersebut, dan seharusnya sekarang masih sama, media sosial tidak boleh menjadi bagian vital dalam hari hari saya.
Sebagai ganti waktu waktu yang dulu terpakai untuk media sosial, sekarang saya berusahan untuk lebih aktif di tempat kerja, entah secara fisik ataupun secara ide. Secara aktif maksudnya lebih sering berkeliling lapangan, bertemu dengan rekan rekan kerja serta berdiskusi dengan mereka. Aktif secara ide maksudnya lebih sering merumuskan ide ide saya dalam sebuah framework yang nantinya bisa di eksekusi.
Di rumah saya ingin lebih dekat dengan istri dan anak anak. Sepulang kantir saya akan menyingkirkan HP jauh jauh, dan hanya menggunakannya untuk menerima atau melakukan panggilan. Dengan ini saya berharap bisa lebih mengenal mereka dan mereka pun bisa lebih mengenal saya.
Blog ini pun saya harap bisa menjadi pelarian saya dari media sosial. Saya berusaha untuk menuliskan sesuatu di blog yang sudah lama tidak aktif ini setiap hari. Setiap tulisan saya tidak akan melalui proses editing. Ini semata mata demi mengejar produktivitas saja, Soalnya selama ini saya sering tidak jadi memposting tulisan karena sibuk meng edit tulisan tersebut.
Blog ini saya yakin tidak akan ada yang baca selama masa detox saya. Ini saya anggap menguntungkan karena akan melatih "keikhlasan" saya dalam menulis hehehe.
Sekian dulu,
Terima kasih

Tuesday, August 19, 2014

Bukan, ini bukan Tulus yang suka pakai kacamata hitam



Sejak kemunculan Padi, rasanya belum ada musisi Indonesia yang benar benar membuat saya jatuh cinta (kecuali mungkin... Raisa ehm). Setelah kemunculan Padi memang ada banyak musisi bagus semisal Sheila On 7, Nidji, Peter Pan/Noah, Naif ataupun Afghan,  tapi tidak ada yang musiknya benar benar menyentuh kehidupan saya dan membuat saya sangat tergila gila seperti halnya pada Padi. Sampai telinga saya disapa lagu Sewindu dari pemuda gempal bernama Tulus.

Sebagian dari kalian pasti sudah tidak asing lagi dengan nama ini, bahkan mungkin musiknya sudah menyentuh kehidupan kalian. Sejak album keduanya- Gajah- dirilis, suara Tulus nyaris setiap hari ada di radio. Dia bahkan menjadi bintang tamu di acara mainstream Panggung Spektakuler Indonesian Idol 2014. Bukan pencapaian buruk untuk seseorang yang memilih mengedarkan albumnya secara indie.

Apa yang membuat Tulus begitu istimewa di telinga saya? Cara bernyanyi  yang sederhana, dan lirik yang “dipikirin”. Yang saya maksud sebagai cara menyanyi yang sederhana adalah teknik yang membuat kita pendengarnya berpikir “kayanya saya bisa nih nyayi kaya gini”, walaupun setelah dicoba ternyata sangat sulit. Tulus ini menurut saya orang yang kalau bicara biasa aja sudah terdengar merdu, merdu yang natural. Teknik bernyanyi pria asal Sumatera Barat ini tidak seribet Afgan atau Vidi Aldiano, yang justru menjadi kelebihan penyayi yang sudah melepas 2 album ini.

Kalau lirik yang “dipikirin”.... kayanya semenjak lepas dari era 90’an lirik lirik musik Indonesia menjadi kurang puitis, kurang “dipikirin” kalau istilah saya. Di lagu lagu Tulus saya mendengar lagi puisi dalam tiap liriknya, setiap lirik terasa direncanakan, dirancang agar terdengar indah, pokoknya liriknya “dipikirin”. Mungkin tidak sepuitis lirik lirik di era 60-70 an, tapi rasanya pas dengan masa sekarang.


Ada banyak lagu lagu bagus di kedua album Tulus, bahkan kalau boleh saya bilang semua lagu di album Tulus sangat layak didengar (terutama di album pertama: Tulus). Lagu lagu semacam Teman Pesta, Diorama, Tuan Nona Kesepian di album Tulus, atau Lagu Untuk Matahari, Baru dan Satu Hari di Bulan Juni pada album kedua yang bertajuk Gajah, adalah lagu lagu yang tetap menyenangkan meski telah didengar puluhan kali.  Lagu lagu Tulus juga memberi pengertian baru tentang lagu romantis bagi saya. Sejak menikah, rasanya tidak ada lagi lagu yang cukup romantis buat saya. Sampai kemudian saya mendengar track Teman Hidup (ini track dengan video klip terbaik) dan Jangan Cintai Aku Apa Adanya. Kecerdasan Tulus meramu kekuatan lirik dengan harmoni nada terlihat jelas di lagu Sewindu. Lagu cinta yang sebenarnya “tragis” ini bisa diramu sedemikian rupa hingga terdengar ceria.

Tapi dari semua track pada album Tulus dan Gajah, buat saya yang menjadi juaranya adalah track yang juga menjadi judul album kedua : Gajah. Lagu ini buat saya adalah salah satu yang paling cerdas dan paling menyentuh yang pernah saya dengar. Lagu ini memberitahu pendengarnya tentang siapa sebenarnya Tulus. Semua tentang lagu ini ,lirik, penghayatan dan komposisi begitu harmonis. Lagu yang bercerita (menurut interpretasi saya) tentang bagaimana seorang Tulus bangkit dari cemoohan masa kecil akibat postur tubuhnya yang seperti gajah ini bisa menjadi inspirasi bagi siapapun yang mengalami cerita yang sama.

Bagi saya pribadi, kenapa saya suka Tulus adalah karena lirik liriknya yang menyentuh kehidupan saya secara personal. Teman Pesta, Teman Hidup, Jangan Cintai Aku Apa Adanya adalah lagu lagu yang saya bisa nyanyikan pada Istri saya dengan penghayatan yang tidak dibuat buat. Sedang Sewindu, Gajah dan Lagu Untuk Matahari membuat saya bisa tersenyum mengenang masa sulit dalam hidup saya. Mungkin kalian juga akan merasakan hal yang sama saat mendengarkan 2 album Tulus ini. Saya memberi nilai 9 dari 10 untuk album pertama Tulus dan nilai 8,5 untuk album kedua. Bukan karena kualitasnya menurun tapi karena album kedua saya dapatkan dari download gratis yang pastinya illegal. Bukan karena nggak mau beli, tapi karena nyari CD nya di Makassar susah (alesan aja hehehehe). Jadi untuk pengalaman terbaik mendengarkannnya, belilah CD original.

Setelah 10 tahun lalu musik Indonesia diguncang lagu berjudul Tulus, tahun ini seorang penyayi bernama yang sama siap menjadi fenomena baru di dunia musik Indonesia, hanya saja Tulus yang ini tidak suka pakai kacamata hitam.

Sumber gambar : Wikipedia 

Tuesday, July 8, 2014

Ras yang gembira dan percaya Tuhan



Bangsa kita bukanlah bangsa yang terkenal dengan kemajuan peradabannya. Kita adalah bangsa muda yang masih meraba raba cara membangun peradaban yang baik. Kita masih perlu belajar banyak hal, belajar mengurus perekonomian, penegakan hukum, pendidikan sampai mengontrol harga cabe merah. Tapi Tuhan tentulah Maha Adil, segala kekurangan kita diimbangi dengan kemampuan kita untuk bisa survive disegala macam kondisi. Entah berapa kali bangsa kita dihantam krisis hebat dan kita berhasil melaluinya, atau mungkin lebih tepatnya menyesuaikan diri dengan krisis itu. Kita bukanlah bangsa yang tahu caranya menghalau ombak, tapi kemampuan kita berselancar diatasnya mungkin belum punya tandingan. Kita ada adalah ras yang penuh kegembiraan dan pastinya kita adalah ras yang sangat percaya pada Tuhan. Itulah kenapa kita begitu mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi.  
 
Pemilu kali ini benar benar menunjukkan bahwa sebagai sebuah ras bangsa kita harus banyak belajar untuk membangun sebuah peradaban yang maju. Entah kenapa menurutku Pemilu kali ini (sebenarnya hampir di setiap Pemilu sih) unsur kegembiraannya hampir hilang. Mungkin karena hanya ada 2 calon yang maju, makanya perselisihan menjadi sedemikian runcing. Perang berita yang menceritakan keburukan calon di seberang dan saling sindir benar benar mewarnai isi media (cetak, elektronik dan sosial) di 2 bulan belakangan ini. Dan kalaupun ada keceriaan itu hanya ada saat salah satu kubu (merasa) sukses menghina kubu yang lain. Ciri ras kita yang gembira nyaris hilang ditelan gemuruh Pemilu ini. Padahal ini pesta kita, pesta harusnya membawa keceriaan membawa kebahagiaan.


Untungnya kita masih punya 1 potensi terbesar kita, percaya Tuhan. Inilah menurutku modal terbesar kita sebagai sebuah ras. Sungguh hanya karena kehendak Tuhan lah ras kita yang nyaris terkebelakang ini belum punah sampai sekarang, dan Tuhan sekali lagi menunjukkan kasih sayangNya pada kita lewat Pemilu kali ini. Sepanjang sejarah Indonesia, sejak Pemilu pertama tahun 1955 baru kali ini Pemilu diadakan didalam bulan Ramadhan, itu yang paling membuat Pemilu kali ini teramat istimewa. Bulan Ramadhan adalah bulan yang membawa keceriaan bagi mereka yang percaya Tuhan. Ya ini bulan untuk ras kita, ras yang gembira, ras yang percaya Tuhan.

Kita (sayangnya hanya) punya dua pilihan di Pemilu kali ini. Uniknya kedua pasangan sangat berbeda bukan hanya dari karakter dan latar belakang, tapi juga dengan program program yang dibawakan serta cara pandang mereka terhadap permasalahan bangsa kita, dan selama 2 bulan ini kita sudah dibombardir dengan segala berita (positif dan negatif) tentang kedua pasangan Capres dan Cawapres kita. Ada yang benar, mungkin benar dan dibuat seolah olah benar. Tentunya logika kita sudah lelah dengan segala informasi itu. Sekarang saatnya kita meminta Tuhan untuk menyimpulkan segala yang logika kita tak mampu menjangkaunya, dengan doa.

Besok adalah puncak dari segala gemuruh Pemilu ini (semoga tidak ada putaran 2). Malam ini teman, di malam Ramadhan yang selalu diliputi kemuliaan, mintalah kepada Tuhan... Tidak peduli apapun agamamu, mintalah..., bukankah kasihNya tanpa batas?. Mintalah dengan penuh pengharapan, pemimpin yang amanah. Pemimpin yang tidak hanya melihat kita sebagai lumbung suara, Pemimpin yang mampu melihat kita sebagai mitra, sebagai saudara. Pemimpin gembira bergembira bersama kita dan yang paling penting, pemimpin yang bisa menjadi tauladan kita dalam memuliakan Tuhan.
Semoga Allah merahmati Negara kita, Bangsa kita, Ras kita. Indonesia.
Amiin.

*)Kali ini gambar berasal dari dokumen pribadi 

Friday, July 4, 2014

Selamat Ulang Tahun Ma...



Barangkali selain pada Nabi dan Rasul, hanya Ibu lah makhluk yang membuat Tuhan “tersenyum” pada saat menciptakannya. Ibu adalah masterpiece Tuhan yang dilengkapi spesifikasi yang luar biasa tinggi. Makhluk mulia ini diciptakan memiliki senyum tanpa syarat yang meneduhkan, belaian lembut nan menenangkan, kemampuan multitasking yang diluar akal sehat dan pastinya kesabaran tanpa tepi. Pasti bukan sekali dua kalian mendengar seorang janda yang mampu membesarkan belasan anaknya seorang diri dengan baik tapi ‘tak pernah mendengar kisah yang sama terjadi pada seorang duda.

Bagi kalian yang menemani Istri saat melahirkan pasti mafhum kenapa ayah baru disebut Rasulullah setelah nama Ibu disebut 3 kali, dan hebatnya rasa sakit yang luar biasa saat melahirkan itu tidak mencegah seorang Ibu untuk mempunyai anak lagi. Untunglah selain menganugrahi sifat sabar, Tuhan juga menyisipkan sifat lupa pada Ibu. Entah apa jadinya peradaban manusia kalau Ibu selalu ingat rasa sakit saat melahirkan itu.

Ibu memang makhluk yang tidak masuk akal.

Begitu juga Ibuku....

Entah kebesaran hati macam apa yang Ibuku punya saat merelakan kami anak anaknya merantau. Setelah menjadi orangtua aku sadar kalau hal yang paling menyenangkan bagi orang tua adalah berkumpul bersama anak anaknya. Bercengkrama, memeluk dan mencium pipi dan kening mereka adalah anugrah tak tergantikan setiap hari. Tiap detik tidak bersama anak anak adalah kerinduan sekaligus kecemasan yang menyiksa. Saat ini aku baru sadar betapa tersiksanya Ibuku saat kami anak anaknya pamit dari rumah untuk merantau. Tapi mungkin itulah sebabnya Tuhan meletakkan surga dibawah telapak kaki Ibu dan menjadikan ridha seorang Ibu (orangtua) menjadi ridhaNya, agar setiap anak tahu saat izin Ibu sudah didapatkan maka kemudahan dari Tuhan pun akan turun dan begitupun sebaliknya.
 
Aku menyadari sepenuhnya, apa yang telah kudapatkan selama masa perantauan ini bukanlah pencapaianku, bukanlah usahaku. Ini adalah buah doa tanpa putus dari Ibuku. Doa yang menguatkan hatinya saat cemas melanda, saat rindu menyiksa. Ibu memang selalu mengharapkan yang terbaik untuk anaknya tanpa berharap balas jasa atau apapun. Itulah kenapa kalimat yang lazim diucapkan Ibu adalah "Aku sayang padamu" bukan "Aku bangga padamu".
 
Selamat Ulang tahun Ma,

Terima kasih untuk belaian lembut di kepala kami,
untuk semua perjalanan yang mengenalkan dunia kepada kami,
untuk semua semangat yang meneguhkan kami,
untuk semua ketulusan yang meyakinkan kami bahwa restu Allah selalu ada dalam setiap izinmu,
semoga Allah selalu melimpahkan keberkahan pada Mama dan Papa, pada keluarga kita.
Amiin.

Dari anak anak mu yang selalu sembuh saat dibelai kepalanya
Adi & Riri.

*)Ma, Mama tahu tidak pernah mudah buat kami mengucapkan secara langung selamat ulang tahun untuk Mama. Kami ndak kuat menahan haru nya Ma. Karena itu tulisan ini ada Ma, walaupun sudah lewat 5 hari (maaf ya Ma hehehehe). 

Gambar diambil dari lifehack.org dan masih tanpa izin